Sabtu, 04 Februari 2012

tentang kritis aspiratif (part 1)

Allah, terima kasih telah mempertemukanku dengan mereka.
Saya bukanlah penyair, maka sangat sulit mengungkapkan keinginan hati dengan puisi
Saya bukanlah penyanyi, maka kisah kritis aspiratif tak bisa dibuat lusinan lagu
Saya hanya tukang cerita, maka saya akan bagikan cerita ini untuk semua
Allah memberikan masa-masa pahit agar kita selalu menghargai setiap masa bahagia. Kalimat ini rasanya tepat menggambarkan perjalanan hidup saya. Perjalanan hidup saya semakin berwarna ketika mengenal mereka. Saya akan bagikan satu per satu ceritanya. Bagian pertama adalah tentang perjalanan ke ibukota.
Selalu ada banyak cerita dari perjalanan ke Jakarta. Pertama, kisah di TMII. Alkisah ada tiga orang (A: pria, peserta program sarjana BEM KM), (L: perempuan, mahasiswi fakultas yang harus banyak ngaji), (R: pemuda yang lahir di bukit-bukit di sumatera). Ketiganya akan mengikuti perhelatan paling dasyat sejagad dunia aktivis (semacam muktamar Muhammadiyah). Saya diantar seorang teman saya sampai di stasiun para orang “elit”. Setelah membeli tiga tiket saya menunggu di gerbong. Tak lama seorang kawan yang tak terduga datang.
L          : lho kok mas ada disini?
A          : iya, saya diminta R dengan rayuan sms
L          : saya kira A kecil, ternyata mas, hohohoho
Tak lama kemudian datanglah Mr. R, akhirnya perjalanan dimulai. Di depan kursi kami, ada keluarga kecil (suami, istri, seorang putri mereka). Perjalanan diisi dengan ngbrol tanpa henti dengan ditemani lanting berbagai rasa (efek ngunyah tanpa rasa kenyang, lumayan buat mahasiswa yang kantongnya tipis).
L          : apa aja dijual di ketera
A          : baterai hp ada, pulsa ada, besok ada yang jual tivi di kereta
L          : berarti kalau ada orang dating dari kampong ke Jakarta bisa langsung beli perabot rumah tangga hahahahha…
Kemudian datanglah seorang pengusaha mikro.
P          : kopinya mas, minum tho mas. Ngobrol terus
A          : nggak mas
P          : ora nduwe duit, ngutang bae mas, nyicil ya kena (*ngapak mode on)
L          : iya mas, kie ora ditkukena karo mas se
P          : mas e ganteng2 pelit yak.
A,L,R    : hahahahahhahahahahaha (*biar gitu tetep aja kita gak beli, bukan karena ngerasa ganteng tapi gak punya duit, ampun2 mas A dan R)
Setelah memasuki jakarta,
L          : kita turun di jatinegara ya
R          : bukan di senen
L          : tapi kalau mau ke TMII kita lebih deket lewat jatinegara (*naluri anak jakarte)
Kita tetep turun di senen karena R adalah pim ro (pimpinan rombongan),,hehehe..akhirnya sampai di stasiun senen dan karena lapar, kami makan soto ayam dengan lahap. Perjalanan dilanjutkan dengan naik bus trans jakarta yang ternyata melewati stasiun jatinegara (*tapi emang bener sih, jauh antara stasiun jatinegara dengan terminal bus trans Jakarta). Kemudian dilanjutkan dengan angkot,
L          : mas, kita turun di depan sini
R          : bukan, nanti.
Akhirnya kami turun di pintu III, bukan pintu utama, Berjalan masuk dan bertanya pada seorang petugas.
P          : mau kemana? Oh itu mau munas?
A,R,L    : iya (*mantap gitu deh)
P          : (*mengarahkan ke sebuah gedung tapi kok beda dengan arahan mas kanjeng presma, tapi kita tetep berjalan). Akhirnya kami sampai sebuah gedung yang petugas maksud. Ternyata eh ternyata….itu MUNAS PANDETA-PANDETA sebuah agama. Ha??? R: saya pake baju koko gini kok diarahin kesini, lebih aneh lagi L yang pake jilbab. Hahahahaha
Ternyata salah tempat, setelah jalan naik-turun dirasakan soto yang tadi dimakan sudah hilang, laper lagi. Akhirnya gedung pertemuan ditemukan mas kanjeng presma menunggu sambil cengar-cengir. Lha salah sendiri kenapa nyasar..hahahhaha..
Ditunggu cerita selanjutnya ya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar